Pembuat Lambang Garuda Pancasila
Sepanjang
orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum
lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa
pembuat lambang negara itu dulu?
Beliau
adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie,
putra sulung sultan Pontianak. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di
Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Sultan
Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman
Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Dalam
tubuhnya mengalir darah Indonesia - Arab dan pernah diurus ibu asuh
berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian
melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda. Selain pencipta
lambang negara, Syarif yang bergelar Sultan Hamid Alkadrie II dan Sultan ke 8
Pontianak ini juga adalah orang Indonesia pertama yang berpangkat tertinggi di
dunia militer, yaitu Mayor Jendral.
Sejarah
Kelahiran Lambang Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia
Setelah
Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949), disusul pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda melalui Konfrensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan
perlunya Indonesia (pada saat itu masih bernama Republik Indonesia Serikat)
untuk memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis
dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder
Porto Folio Sultan Hamid II yang ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan,
merancang dan merumuskan gambar lambang negara; dengan susunan panitia teknis :
Muhammad Yamin sebagai ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, M A
Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka; sebagai panitia yang bertugas
menyeleksi usulan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk
keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan
Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan
karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Rancangan Lambang
Negara berupa Garuda Pancasila milik Sultan Hamid II dipilih karena mengacu
kepada ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan
pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar
negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Setelah
rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II),
Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) Ir. Soekarno dan Perdana Menteri
Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
"Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang
negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap
terlalu bersifat mitologis.
Sultan
Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk
Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno
kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta
sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila”
terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara
karya Sultan Hamid II akhirnya disetujui oleh Presiden Soekano pada tanggal 10
Februari 1950 dan diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal
11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila
masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara
itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno
terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno
memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut;
setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada
kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden
Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala
Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle (Lambang
Negara Amerika Serikat). Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan
penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala
ukuran dan tata warna gambar lambang negara yang mana lukisan otentiknya
diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974.
Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan
perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional
sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan
desainnya tidak berubah hingga kini.
Sampai
sekarang, Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar
lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950
masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak, tanah kelahiran Sultan Hamid
II, sang Pencipta Lambang Negara Indonesia.
Rancangan
Lambang Negara oleh M Yamin :
Karya
M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan
pengaruh Jepang
Rancangan
Lambang Negara oleh Sultan Hamid II :
Rancangan-rancangan
awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional
Garuda yang bertubuh manusia dan belum disempurnakan.
Garuda
Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa
jambul dan posisi cakar di belakang pita.
Penyelesaian
penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara oleh Sultan Hamid II, dengan
menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara.
Deskripsi
dan Filosofi Garuda Pancasila
GARUDA
Garuda
Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuna
dalam sejarah bangsa Indonesia (Nusantara), yaitu kendaraan Wishnu yang
menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk
menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Mitologi
garuda berasal dari kebudayaan Hindu. Garuda digambarkan sebagai manusia burung
dengan bulu keemasan, dan memiliki mahkota di kepalanya. Konon ukuran tubuh
garuda sangatlah besar sehingga mampu menutupi matahari. Garuda juga sering
digambarkan sebagai kendaraan Vishnu. Menurut Mahabarata, konon saat Garuda
lahir dari telurnya, bumi gonjang ganjing (seperti waktu sun go kong lahir di
film >.<) sehingga para dewa memohon padanya untuk tenang. Garuda adalah
anak Kasyapa dan Vinata. Vinata memiliki hutang terhadap Kadru, ibu para ular
karena suatu pertaruhan. Untuk menghapus hutang tersebut, Garuda diminta Kadru
untuk memberikan obat keabadian yg disebut Amrita padanya.
Garuda kemudian mencuri Amrita dari tempat para dewa. Meskipun para dewa
bersatu menghadang Garuda, mereka bukanlah tandinganya. Dalam perjalanan
pulang, Garuda bertemu dengan Vishnu, Vishnu berjanji akan memberikan keabadian
pada Garuda biarpun tanpa meminum Amrita, sebagai gantinya Garuda menjadi
kendaraan Vishnu.
Kemudian Garuda bertemu dengan Indra dan sekali lagi dia mendapat penawaran.
Garuda berjanji akan memberikan Amrita pada Indra dan Indra akan memberikan
para ular sebagai makanan Garuda. Akhirnya Garuda memberikan Amrita pada para
ular untuk menghapus hutang ibunya, setelah Amrita diberikan, Indra turun dari
langit, merebut Amrita, dan menghabisi para ular. Sejak saat itu Garuda menjadi
rekan para dewa, tunggangan kebanggan Vishnu, sekaligus menjadi musuh utama
para ular.
Warna
keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
Garuda
memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga
pembangunan.
Jumlah
bulu Garuda Pancasila melambangkan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 :
17 helai
bulu pada masing-masing sayap
8 helai
bulu pada ekor
19 helai
bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
45 helai
bulu di leher
Perisai
Perisai
adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia
sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan
perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Di
tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis
khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke
barat.
Warna
dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia
"merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
Pada
perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara pancasila.
Pengaturan
lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut :
Sila
Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah
perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam
Sila
Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai
bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah
Sila
Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri
atas perisai berlatar putih
Sila
Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan
atas perisai berlatar merah
Sila
Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas
dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.
Pita
Bertuliskan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Kedua
cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan
"Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu
Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda,
kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara
harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu
kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
=-_Elang
Jawa (Spizaetus bartelsi) / Garuda Eagle_-=
=-_Ilustrasi
kuno Garuda, Dewa mitologi umat Hindu sebagai Tunggangan Dewa Wisnu_-=
=-_Ilustrasi modern Garuda, Dewa mitologi umat Hindu_-=
=-_Patung sang Garuda_-=
Demikian Sejarah tentang sejarah lahirnya Lambang NKRI yaitu Lambang Garuda
Sumber : http://garuda-sandah.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar